Senin, 29 Februari 2016

Dokumentasi prasasti

Bagi para Epigraf, prasasti sangat membantu untuk memecahkan misteri yang mungkin tersembunyi. Prof Casparis pernah menulis, prasasti merupakan tulang punggung penulisan sejarah kuno Indonesia Prasasti dapat menceritakan kisahnya jika dilalui dengan benar tahapan analisisnya[1]
Dasar Analisis Prasasti biasanya melalui tahapan:
Kritik ekstern (deskripsi prasasti) adalah tahap penelitian berdasarkan liputan fisik, umumnya berhubungan dengan hal hal yang dapat dilihat langsung, seperti bahan, lingkungan, lokasi keberadaan prasasti, lencana, pemilik maupun jumlah lempeng (apabila lempengan), ukuran, aksara dan keadaaan prasasti.
Jumlah lempeng; pada prasasti dengan lempengan dengan jumlah banyak, pastikan apakah ditulis dikedua sisi atau hanya satu sisi. Biasanya, meskipun tidak selalu, ada nomor lempeng pada setiap pinggirannya.  berupa deskripsi bentuk, bahan, jenis aksara, Sedangkan kritik intern adalah tahap kerja yang dilakukan berdasarkan hasil liputan data lapangan yang berupa faksimili, yaitu alihaksara dan alihbahasa/terjemahan. Hasil analisis kritik esktern berupa analitis bentuk/jenis, analisis bahan, dan analisis aksara yang hasilnya berupa penafsiran kronologi. Analisis kritik intern akan menghasilkan analisis identitas melalui pesan/isi prasasti, berupa penafsiran aspek ekonomi, sosial, birokrasi/hukum, dan sebagainya[2]
Tahapan terakhir yaitu historiografi, yang merupakan kumpulan keseluruhan data yang telah diteliti dan dilakukan kajian banding untuk dimasukkan sebagai kesatuan pelengkap dalam merangkai deretan kerangka sejarah di Indonesia.
Kali ini kami belajar tentang cara yang pernah di lakukan para pendahulu peneliti sebelum kamera gampang di bawa dan photo sangat mudah dilakukan.
…………….Rubbing prasasti…………..

Menggosok untuk memunculkan huruf dalam prasasti
tspi bukan gesek ala samsat lho yaaaa......:P
Yang muda yang mau mencoba.....


 Rubbing prasasti adalah salah satu cara mendokumentasikan sebuah prasasti terutama yang terbuat dari logam. Cara ini sama seperti yang sering dilakukan anak anak ketika mereka membuat gambar dengan cara menggosok permukaan uang logam misalnya.
Kali ini kami menggunakan kertas roti dan kertas….he he he gak tahu apa namanya, yang mudah di dapat, cukup tipis namun lumayan tahan robek.
Setelah prasasti yang akan di buat salinannya di ukur, mulailah dilakukan teknik gesek dan gosok dengan menggunakan pensil yang lunak namun mempunyai tingkat “kehitaman”yang cukup tinggi. Kami menggunakan pensil yang biasa di gunakan oleh tukang bangunan.
Hasil rubbing.....he he he coba lagi ya mas...

















Posisi kertas harus dibuat sedemikian sehingga tidak mudah bergeser atau terdapat lengkungan udara, karena hal itu akan mempengaruhi hasil dari salinan yang dibuat, Salinan yang kurang baik hasilnya akan mengakibatkan hasil yang kurang baik pula dalam pembacaan prasasti nantinya.
Semua proses ini diharapkan dan sangat di haruskan untuk menggunakan sarung tangan, untuk menjaga keringat tangan tidak menempel pada prasasti logam, karena unsur kimia dalam keringat dapat “merusak”kondisi prasasti.
Proses salinan yang dilakukan teman teman komunitas, tidak serta merta berhasil, diperlukan tingkat kesabaran dan ketelatenan yang cukup tinggi untuk menghasilkan hasil yang sempurna. Beberapa kali percobaan yang gagal tidak membuat mereka menyerah dan mengulang kembali…………..









Hari ini kami hanya sekedar membuat salinan prasasti untuk kami baca dalam pertemuan selanjutnya…………..
Photo hitam putih hasil jepretan mas Deddy


Beberapa teman memotong alur dokumentasi dengan cara yang lebih modern yakni dengan memphoto prasasti itu untuk kemudian di perbesar dan dibaca melalui computer ataupun gadget yang dibawa. Beberapa menghasilkan photo berwarna namun ada pula yang hitam putih. Photo hitam putih memperlihatkan hasil yang lebih sempurna untuk dibaca dibandingkan photo berwarna karena gradasi warna logam prasasti akibat patina atau kotoran lain dapat dihilangkan. Penyetelan kontras dan ketajaman kamera yang tepat cukup membantu mendapatkan detailnya.





[1] J.G.de Casparis, 1975. Indonesia Palaeography; A History of Writting in Indonesia from the Beginnings to Century AD. 1500, dalam: Handbuch der Orientalistik. Leiden/Koln, E.J.Brill.
[2] Djoko Dwiyanto, 1993. Metode Penelitian Epigrafi dalam Arkeologi, ARTEFAK, Hima, Yogyakarta, FS UGM hal 7

1 komentar:

  1. Komunitas yang kreatif saya saya salut sama kontributornya pak Widjatmiko AP,tiap hari ada saja situs baru yang di tampilkan,sukses Buat Tapak Jejak Kerajaan Sinau Jawa Kuna

    BalasHapus