Bagi para Epigraf, prasasti
sangat membantu untuk memecahkan misteri yang mungkin tersembunyi. Prof Casparis
pernah menulis, prasasti merupakan tulang punggung penulisan sejarah kuno
Indonesia Prasasti dapat menceritakan kisahnya jika dilalui dengan benar
tahapan analisisnya[1].
Dasar Analisis Prasasti biasanya
melalui tahapan:
Kritik ekstern (deskripsi
prasasti) adalah tahap penelitian berdasarkan liputan fisik, umumnya
berhubungan dengan hal hal yang dapat dilihat langsung, seperti bahan, lingkungan,
lokasi keberadaan prasasti, lencana, pemilik maupun jumlah lempeng (apabila
lempengan), ukuran, aksara dan keadaaan prasasti.
Jumlah lempeng; pada prasasti
dengan lempengan dengan jumlah banyak, pastikan apakah ditulis dikedua sisi
atau hanya satu sisi. Biasanya, meskipun tidak selalu, ada nomor lempeng pada
setiap pinggirannya. berupa deskripsi
bentuk, bahan, jenis aksara, Sedangkan kritik intern adalah tahap kerja yang
dilakukan berdasarkan hasil liputan data lapangan yang berupa faksimili, yaitu
alihaksara dan alihbahasa/terjemahan. Hasil analisis kritik esktern berupa
analitis bentuk/jenis, analisis bahan, dan analisis aksara yang hasilnya berupa
penafsiran kronologi. Analisis kritik intern akan menghasilkan analisis
identitas melalui pesan/isi prasasti, berupa penafsiran aspek ekonomi, sosial,
birokrasi/hukum, dan sebagainya[2]
Tahapan terakhir
yaitu historiografi, yang merupakan kumpulan keseluruhan data yang telah
diteliti dan dilakukan kajian banding untuk dimasukkan sebagai kesatuan
pelengkap dalam merangkai deretan kerangka sejarah di Indonesia.
Kali ini kami belajar tentang
cara yang pernah di lakukan para pendahulu peneliti sebelum kamera gampang di
bawa dan photo sangat mudah dilakukan.
…………….Rubbing prasasti…………..
Menggosok untuk memunculkan huruf dalam prasasti tspi bukan gesek ala samsat lho yaaaa......:P |
Yang muda yang mau mencoba..... |
Rubbing prasasti adalah salah satu cara mendokumentasikan sebuah prasasti terutama yang terbuat dari logam. Cara ini sama seperti yang sering dilakukan anak anak ketika mereka membuat gambar dengan cara menggosok permukaan uang logam misalnya.
Kali ini kami menggunakan kertas
roti dan kertas….he he he gak tahu apa namanya, yang mudah di dapat, cukup
tipis namun lumayan tahan robek.
Setelah prasasti yang akan di
buat salinannya di ukur, mulailah dilakukan teknik gesek dan gosok dengan
menggunakan pensil yang lunak namun mempunyai tingkat “kehitaman”yang cukup
tinggi. Kami menggunakan pensil yang biasa di gunakan oleh tukang bangunan.
Hasil rubbing.....he he he coba lagi ya mas... |
Posisi kertas harus dibuat
sedemikian sehingga tidak mudah bergeser atau terdapat lengkungan udara, karena
hal itu akan mempengaruhi hasil dari salinan yang dibuat, Salinan yang kurang
baik hasilnya akan mengakibatkan hasil yang kurang baik pula dalam pembacaan
prasasti nantinya.
Semua proses ini diharapkan dan
sangat di haruskan untuk menggunakan sarung tangan, untuk menjaga keringat
tangan tidak menempel pada prasasti logam, karena unsur kimia dalam keringat
dapat “merusak”kondisi prasasti.
Proses salinan yang dilakukan
teman teman komunitas, tidak serta merta berhasil, diperlukan tingkat kesabaran
dan ketelatenan yang cukup tinggi untuk menghasilkan hasil yang sempurna. Beberapa
kali percobaan yang gagal tidak membuat mereka menyerah dan mengulang kembali…………..
Hari ini kami hanya sekedar
membuat salinan prasasti untuk kami baca dalam pertemuan selanjutnya…………..
Photo hitam putih hasil jepretan mas Deddy |
Beberapa teman memotong alur dokumentasi dengan cara yang lebih modern yakni dengan memphoto prasasti itu untuk kemudian di perbesar dan dibaca melalui computer ataupun gadget yang dibawa. Beberapa menghasilkan photo berwarna namun ada pula yang hitam putih. Photo hitam putih memperlihatkan hasil yang lebih sempurna untuk dibaca dibandingkan photo berwarna karena gradasi warna logam prasasti akibat patina atau kotoran lain dapat dihilangkan. Penyetelan kontras dan ketajaman kamera yang tepat cukup membantu mendapatkan detailnya.