Jumat, 29 Januari 2016

Mencoba lebih banyak

Setelah jeda sebulan karena teman teman meminta berhenti saat puasa, libur lebaran dan liburan pergantian tahun ajaran, maka di minggu pertama bulan Agustus, kita mulai lagi saling berbagi dalam Bahasa dan aksara Jawa kuna-nya.


Kali ini kita membahas dua buah prasasti. Satu prasasti dari Dieng yang terdiri dari beberapa baris dan sebuah prasasti dengan dua Bahasa…. Sanskrta dan Jawa kuna. Berhubung kita sedang belajara Bahasa Jawa kuna, maka bagian yang berbahasa Sanskrta kita sisihkan dahulu.
Pemilihan contoh huruf pada prasasti-prasasti ini didasarkan pada masih jelasnya huruf huruf yang tergores pada batunya, dan lebih utama lagi karena cetakan photo prasasti ini hitam putih dan sangat jelas untuk di perbanyak lewat photocopy……he he he.
Selain itu juga saya mencoba untuk berbagi mulai dari huruf yang digunakan pada masa mataram kuna untuk kemudian perlahan ke masa yang lebih muda sampai nanti di masa Majapahit.
Masing masing prasasti itu dapat di lihat di sini dengan no panggil P-024084 dan P-024044

Prasasti dari Dieng itu berisi empat baris tulisan, Intinya adalah penyebutan nama tempat sebuah sima dengan luasnya masing masing.
Contohnya


hana sīma i çrī magala watag hiraŋnā sawa lamwit hata hana
hana : ada
sīma : daerah perdikan
çrī magala : di sri manggala
watag hiraŋnā
sawa : sawah
lamwit hata : ukuran luas tanah
hana : ada

sehingga kalimat "hana sīma i çrī magala watag hiraŋnā sawa lamwit hata hana" dapat diartikan 
"terdapat (sebuah) sīma di sri manggala daerah hirangna (berupa) sawah (seluas) lamwit hata. Terdapat "


Prasasti Pereng. berisi sepuluh baris berbahasa Jawa kuna dan dua belas baris berbahasa Sanskrta yang berada di awal dan akhir prasasti.
Inti prasasti adalah pemberian tanah sawah di Wukiran dan Tamwahurang dengan ukuran masing masing satu tampah oleh raja sebagai persembahan kepada sang hyang winaya 


// Swaṣṭçaka warātīta 784 māgha māsa çuklapaka
Swaṣṭi : selamat. Selain itu kata ini dalam kamus juga berarti Bahagia, Makmur, Sejahtera, Sukses
çaka : çaka adalah nama tahun yang berasal dari India yang mengikuti perputaran bulan mengelilingi bumi sebagai dasar perhitungannya. Tahun saka terpaut 78 tahun dengan hitungan tahun Masehi, sehingga secara mudah untuk mengetahui angka pada tahun Masehi tinggal menjumlahkannya dengan 78, meskipun apabila terdapat rincian penanggalan yang lebih detil harus diperhatikan pula bulan dan tanggalnya, karena awal tahun Saka dimulai pada bulan Caitra yang dalam hitungan tahun Masehi jatuh antara bulan Maret – April

warṣātīta terdiri dari kata warṣa dan atīta
warṣa ; tahun
atīta  ; pergi, berlalu, selesai

784 di baca oleh Cohen Stuart dan Poerbatjaraka sedangkan H.Kern membaca angka ini  785

Magha : adalah salah satu nama bulan dalam perputaran tahun Saka
Māsa : bulan

çuklapakṣa :  paro terang
perhitungannya di mulai saat bulan gelap sampai dengan bulan purnama

sehingga kalimat "Swaṣṭi çaka warṣātīta 784 māgha māsa çuklapakṣa" dapat diterjemahkan menjadi “Selamat(lah) tahun Saka (yang ) telah berlalu 784, pada paro terang bulan Magha”







Tak terasa dua setengah jam sudah dihabiskan untuk membaca ke empat belas baris di dua prasasti itu dan kini saatnya untuk photo bersama.....


Pustaka :
A.B Cohen Stuart 1875, Kawi Oorkonden in Facsimile, EJ Brill, Leiden.
Hendrik Kern, 1917, Verspreide Geschriften Volume VI. Het Sanskrit op eenen steen afkomstig (van Pereng), uit (de buurt van) Prambanan. (785 Çāka) hal 277 - 286
Himanshu Bhusan Sarkar, 1972. Corpus the Inscriptions of Java II, Firma KL Mukhopadhyay, Calcutta
J.G. de Casparis, 1975. Indonesian Palaegraphy,a history of writing from the beginnings to C A.D 1500. EJ Brill, Leiden.
Poerbatjaraka 1992, Agastya di Nusantara, Yayasan Obor, Jakarta
PJ Zoetmoelder, 1995, Kamus Jawa Kuna – Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tres Sekar Prinanjani, 2009, Prasasti Wukiran 784 S: Suatu Pembacaan Ulang, Skripsi  Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Jakarta.


Kamis, 28 Januari 2016

Berhubung peminat lumayan banyak, maka belajar Jawa Kuna-nya pun berlanjut………….


bulan ke dua







Kali ini kami belajar tentang huruf huruf yang ditemukan tergores di sekitar candi Plaosan lor…Klaten, Jawa Tengah.






































Beberapa di antaranya menyebutkan nama dan jabatan seseorang……….
 photo dari OD-7541
anumoda saŋ hamĕas pu jumĕnda

menurut kamus Jawa Kuna - Indonesia karya PJ Zoetmoelder, kata anumoda berarti menyatakan simpati dengan; senang ; berbahagia.
akan tetapi Casparis 1958, mengartikannya sebagai sumbangan dari

Hameas adalah salah satu jabatan yang ada dalam masa Jawa Kuna sedangkan pu Jumendang adalah nama orang. Sehingg kalimat dalam prasasti itu dapat berarti secara bebas "yang menyatakan bahagia seorang Hameas bernama pu Jumendang" atau menurut casparis "sumbangan dari seorang Hameas bernama pu Jumendang".











photo dari OD-18960
anumoda saŋ kaluŋ warak pu dakṣahuwus
Kalung warak adalah juga nama sebuah jabatan pada masa Jawa kuna
Pu Daksahuwus adalah nama seseorang
prasasti itu dapat diartikan secara bebas "yang menyatakan bahagia seorang Kalung warak bernama pu Daksahuwus" atau dapat juga berarti  "sumbangan dari seorang Kalung warak bernama pu Daksahuwus".


Photo dari OD-18971
anumoda saŋ sirikan pu sūryya
sang Sirikan adalah juga nama sebuah jabatan pada masa Jawa kuna
pu Surya adalah nama seseorang
prasasti itu dapat diartikan secara bebas "yang menyatakan bahagia seorang Sirikan bernama pu Surya" atau dapat juga berarti  "sumbangan dari seorang Sirikan bernama pu Surya".

Tulisan tulisan ini tidak dapat lepas dari latar belakang pendirian candi Plaosan yakni sebagai monumen persatuan buddha dan hindu pada masa Jawa kuna. Beberapa pendapat lain tentang candi Plaosan ini dapat di lihat di sini 

Lebih banyak tentang prasasti prasasti ini dapat di lihat di sini.


Meskipun hanya sepuluh kalimat, namun cukup membuat teman teman menghabiskan waktu dua jam lebih di Pendopo museum Mpu Tantular……….














Pustaka
socrates.leidenuniv.nl
JG de Casparis, 1958, Short inscription from tjandi Plaosan Lor. Berita Dinas Purbakala,No 4. Djakarta.


PJ Zoetmoelder, 1995, Kamus Jawa Kuna - Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Kenali aksaramu.

Semua berawal dari sebuah gagasan...........

Komunitas Tapak Jejak Kerajaan adalah sebuah komunitas yang terdiri dari orang orang yang pengin tahu tentang sejarah Indonesia Kuna khususnya Majapahit, karena sebagian besar dari anggota komunitas ini pada mulanya adalah orang orang yang tinggal di daerah Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan sekitarnya yang kental dengan nuansa Majapahit. 
Beberapa orang dari komunitas ini sangat senang untuk pergi ke tempat tempat tinggalan Majapahit itu berada. Photo photo yang dibuat kemudian di unggah ke media sosial seperti Facebook yang kemudian saling diberi komentar untuk menambah pengetahuan tentang photo ataupun tempat yang di photo tersebut. 

Berawal dari sekedar ide yang berlanjut menjadi sebuah tindakan, saya dan beberapa teman dari komunitas Tapa Jejak Kerajaan, mencoba untuk saling berbagi dalam pengetahuan mengenai huruf Jawa Kuna. Hal ini berawal dari banyak teman teman yang sering menemukan batu bertulis entah itu berupa kalimat ataupun angka namun kurang begitu paham tentang hal itu. Banyak teman yang ingin tahu lebih jauh tentang huruf dan angka Jawa Kuna.  Muncul gagasan untuk saling berbagi dalam pengetahuan mengenai tulisan dan Bahasa Jawa kuna serta bahan bahan yang telah dimiliki yang berhubungan dengan situs ataupun prasasti tinggalan masa lalu.








Setelah melalui beberapa kali pertemuan dan pendekatan dengan pihak museum Mpu Tantular di Sidoarjo, maka pada tanggal 3 Mei 2015, disepakati untuk memulai gagasan itu menjadi sebuah tindakan nyata. Teman teman komunitas mulai meyebar undangan baik dari mulut ke telinga, maupun melalui media sosial.




Dan akhirnya hari itupun tiba...............







































saya dan teman teman bersama sama berbagi di gedung Von Faber museum Mpu Tantular di Sidoarjo.


Pertama di kenalkan apakah prasasti itu dan jenis jenisnya,



 kemudian bahan yang di gunakan dalam pembuatan sebuah prasasti 










dan sebagai penutup di berikan panduan huruf Jawa kuna yang biasa di gunakan dalam menulis prasasti prasasti era Kayuwangi sampai Balitung.



Peminatnya lumayan banyak  dan pertanyaan pertanyaanpun mengalir deras.